I. MASYRU’IYAT & MATLAMAT
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa” (QS. Al-Baqarah:183 ).
“Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dengan yang bathil), karena itu barangsiapa di antaramu menyaksikan (masuknya bulan ini) maka hendaklah ia puasa… ” (Al-Baqarah:185).
“Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dengan yang bathil), karena itu barangsiapa di antaramu menyaksikan (masuknya bulan ini) maka hendaklah ia puasa… ” (Al-Baqarah:185).
“Islam didirikan di atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Ka’bah” ( HR. Bukhari-Muslim).
“Diriwayatkan dari Thalhah bin ‘ Ubaidillah ra., bahwa sesungguhnya ada seorang bertanya kepada Nabi Saw, ia
berkata, Wahai Rasulullah, beritakan kepadaku puasa yang diwajibkan oleh Allah atas diriku. Beliau bersabda: puasa Ramadhan. Lalu orang itu bertanya lagi: Adakah puasa lain yang diwajibkan atas diriku? Beliau bersabda: tidak ada, kecuali bila engkau puasa Sunnah”.
II. KEUTAMAAN RAMADHAN & BERAMAL DI DALAMNYA
“Ketika datang bulan Ramadhan, sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkat, diwajibkan atas kamu untuk puasa, dalam bulan ini pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan- Setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada suatu malam yang nilanya sama dengan seribu bulan, maka barangsiapa diharamkan kebaikannya (tidak beramal baik di dalamnya), sungguh telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini)” ( HR. Ahmad, Nasai dan Baihaqy. Hadits Shahih Ligwahairihi).
“Ketika datang bulan Ramadhan, sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkat, diwajibkan atas kamu untuk puasa, dalam bulan ini pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan- Setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada suatu malam yang nilanya sama dengan seribu bulan, maka barangsiapa diharamkan kebaikannya (tidak beramal baik di dalamnya), sungguh telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini)” ( HR. Ahmad, Nasai dan Baihaqy. Hadits Shahih Ligwahairihi).
“Diriwayatkan dari Urfujah, ia berkata, aku berada di tempat ‘Uqbah bin Furqad, maka masuklah ke tempat kami seorang dari Sahabat Nabi Saw ketika Utbah melihatnya ia merasa takut padanya, maka ia diam. Ia berkata: maka ia menerangkan tentang puasa Ramadhan, ia berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda tentang bulan Ramadhan: Pada bulan Ramadhan ditutup seluruh pintu neraka, dibuka seluruh pintu surga, dan dalam bulan ini setan dibelenggu’. Selanjutnya ia berkata : ‘Dan dalam bulan ini ada malaikat yang selalu menyeru: Wahai orang yang selalu beramal kebaikan, bergembiralah Anda, dan wahai orang-orang yang berbuat kejelekan, berhentilah (dari perbuatan jahat). Seruan ini terus didengungkan sampai akhir bulan Ramadhan” (HR. Ahmad dan Nasai).
“Shalat lima waktu, shalat Jum’at sampai shalat Jum’at berikutnya, puasa Ramadhan sampai puasa Ramadhan berikutnya, adalah menutup dosa-dosa (kecil) yang diperbuat di antara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi” (HR. Muslim).
“Puasa dan Qur’an itu memintakan syafa’at seseorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa berkata: Wahai Rabbku, aku telah mencegah dia memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya pada siang hari, maka berilah aku hak untuk memintakan syafa’at baginya. Dan berkata pula Al-Qur’an: Wahai Rabbku, aku telah mencegah dia tidur di malam hari (karena membacaku ), maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memintakan syafaat” (HR. Ahmad, Hadits Hasan).
“Sesungguhnya bagi surga itu ada sebuah pintu yang disebut ‘Rayyaan’. Pada hari kiamat dikatakan: Di mana orang yang puasa (untuk masuk Jannah melalui pintu itu)? Jika yang terakhir di antara mereka sudah memasuki pintu itu, maka ditutuplah pintu itu.” (HR. Bukhary-Muslim).
“Barangsiapa puasa Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang” (HR. Bukhary-Muslim).
“Barangsiapa puasa Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang” (HR. Bukhary-Muslim).
III. RUKUN PUASA
1. “Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, lalu sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (Al-Baqarah:187).
2. “Yang dimaksud (‘hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam’) adalah gelapnya malam dan terangnya siang (fajar)” (H.R. Bukhary Muslim).
3. “Dan tidaklah mereka disuruh kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlashkan ketaatan untuk-Nya” (Al-Bayyinah:5).
4. “Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan setiap orang mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkan” (HR Bukhary dan Muslim).
5. “Barangsiapa yang tidak beniat (puasa Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Dawud, Hadits Shahih).
1. “Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, lalu sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (Al-Baqarah:187).
2. “Yang dimaksud (‘hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam’) adalah gelapnya malam dan terangnya siang (fajar)” (H.R. Bukhary Muslim).
3. “Dan tidaklah mereka disuruh kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlashkan ketaatan untuk-Nya” (Al-Bayyinah:5).
4. “Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan setiap orang mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkan” (HR Bukhary dan Muslim).
5. “Barangsiapa yang tidak beniat (puasa Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Dawud, Hadits Shahih).
Keterangan ayat dan hadit di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa rukun puasa Ramadhan adalah sebagai berikut :
a. Berniat sejak malam hari (dalil 3, 4, dan 5).
b. Menahan makan, minum, jima’ dengan isteri pada siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (dalil 1 dan 2).
a. Berniat sejak malam hari (dalil 3, 4, dan 5).
b. Menahan makan, minum, jima’ dengan isteri pada siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (dalil 1 dan 2).
IV. YANG DIWAJIBKAN PUASA RAMADHAN.
1. “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian untuk puasa, sebagaimana yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertakwa” (Al-Baqarah:183).
2. “Diriwayatkan dari Ali ra., ia berkata, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda, telah diangkat pena (kewajiban syar’i/ taklif) dari tiga golongan: dari orang gila sehingga dia sembuh, dari orang tidur sehingga bangun, dan dari anak-anak sampai ia bermimpi/dewasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Keterangan di atas mengajarkan kepada kita, yang diwajibkan puasa Ramadhan adalah: setiap orang beriman baik lelaki maupun wanita yang sudah baligh/dewasa dan sehat akal /sadar.
1. “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian untuk puasa, sebagaimana yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertakwa” (Al-Baqarah:183).
2. “Diriwayatkan dari Ali ra., ia berkata, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda, telah diangkat pena (kewajiban syar’i/ taklif) dari tiga golongan: dari orang gila sehingga dia sembuh, dari orang tidur sehingga bangun, dan dari anak-anak sampai ia bermimpi/dewasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Keterangan di atas mengajarkan kepada kita, yang diwajibkan puasa Ramadhan adalah: setiap orang beriman baik lelaki maupun wanita yang sudah baligh/dewasa dan sehat akal /sadar.
V. YANG DILARANG PUASA
“Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. ia berkata, saat kami haidh pada masa Rasulullah Saw, kami dilarang puasa dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah mengqadha shalat ” (HR Bukhary-Muslim).
“Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. ia berkata, saat kami haidh pada masa Rasulullah Saw, kami dilarang puasa dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah mengqadha shalat ” (HR Bukhary-Muslim).
Wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam haidh.
VI. YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA RAMADHAN
1. “(Masa yang diwajibkan kamu puasa itu ialah) bulan Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Qur’an, menjadi pertunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk, dan (menjelaskan) antara yang haq dengan yang bathil. Karenanya, siapa saja dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadhan (atau mengetahuinya), maka hendaklah ia puasa di bulan itu; dan siapa saja yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah ia berbuka, kemudian wajiblah ia puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan, dan Ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadhan), dan supaya kamu membesarkan Allah karena mendapat pertunjukNya, dan supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah:185.)
1. “(Masa yang diwajibkan kamu puasa itu ialah) bulan Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Qur’an, menjadi pertunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk, dan (menjelaskan) antara yang haq dengan yang bathil. Karenanya, siapa saja dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadhan (atau mengetahuinya), maka hendaklah ia puasa di bulan itu; dan siapa saja yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah ia berbuka, kemudian wajiblah ia puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan, dan Ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadhan), dan supaya kamu membesarkan Allah karena mendapat pertunjukNya, dan supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah:185.)
2. “Diriwayatkan dari Mu’adz , ia berkata : Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan atas nabi untuk puasa, maka Dia turunkan ayat (Al-Baqarah:183-184), maka pada saat itu barangsiapa mau puasa dan barangsiapa mau memberi makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah menurunkan ayat lain (Al-Baqarah:185), maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang yang mukim dan sehat dan diberi rukhsah (keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir dan ditetapkan cukup memberi makan orang misikin bagi orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu puasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al-Baihaqi, dengan sanad shahih).
3. “Diriwayatkan dari Hamzah Al-Islamy, Wahai Rasulullah, aku dapati bahwa diriku kuat untuk puasa dalam safar, berdosakah saya? Maka beliau bersabda, hal itu adalah merupakan kemurahan dari Allah Ta’ala, maka barangsiapa yang menggunakannya, maka itu suatu kebaikan dan barangsiapa yang lebih suka untuk terus puasa maka tidak ada dosa baginya” (HR. Muslim)
4. “Diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudry ra., ia berkata, kami bepergian bersama Rasulullah saw. ke Makkah, sedang kami dalam keadaan puasa Selanjutnya ia berkata: Kami berhenti di suatu tempat. Maka Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya kamu sekalian sudah berada di tempat yang dekat dengan musuh kalian, dan berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu. Ini merupakan rukhsah, maka di antara kami ada yang masih puasa dan ada juga yang berbuka. Kemudian kami berhenti di tempat lain. Maka beliau juga bersabda: Sesungguhnya besok kamu akan bertemu musuh, berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu sekalian, maka berbukalah. Maka ini merupakan kemestian, kami pun semuanya berbuka. Selanjutnya bila kami bepergian beserta Rasulullah saw. kami puasa” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
5. “Diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudry ra. ia berkata: Pada suatu hari kami pergi berperang beserta Rasulullah saw. pada bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang puasa dan di antara kami ada yang berbuka. Yang puasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak mencela yang puasa. Mereka berpendapat bahwa siapa yang mendapati dirinya ada kekuatan lalu puasa, hal itu adalah baik dan barangsiapa yang mendapati dirinya lemah lalu berbuka, maka hal ini juga baik” (HR. Ahmad dan Muslim)
6. “Dari Jabir bin Abdullah : Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pergi menuju ke Makkah pada waktu fathu Makkah, beliau puasa sampai ke Kurraa’il Ghamiim dan semua manusia yang menyertai beliau juga puasa. Lalu dilaporkan kepada beliau bahwa manusia yang menyertai beliau merasa berat, tetapi mereka tetap puasa karena mereka melihat apa yang tuan amalkan (puasa). Maka beliau meminta segelas air lalu diminumnya. Sedang manusia melihat beliau, lalu sebagian berbuka dan sebagian lainnya tetap puasa. Kemudian sampai ke telinga beliau bahwa masih ada yang nekad untuk puasa. Maka beliaupun bersabda: mereka itu adalah durhaka” (HR. Tirmidzy).
7. “Ucapan Ibnu Abbas: wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir atas kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak puasa dan cukup membayar fidyah memberi makan orang miskin ” (HR. Abu Dawud).
8. “Diriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu Umar: Bahwa sesungguhnya istrinya bertanya kepadanya ( tentang puasa Ramadhan ), sedang ia dalam keadaan hamil. Maka ia menjawab: Berbukalah dan berilah makan sehari seorang miskin dan tidak usah mengqadha puasa” (Riwayat Baihaqi).
9. “Diriwayatkan dari Sa’id bin Abi ‘Urwah dari Ibnu Abbas beliau berkata: Apabila seorang wanita hamil khawatir akan kesehatan dirinya dan wanita yang menyusui khawatir akan kesehatan anaknya jika puasa Ramadhan. Beliau berkata: Keduanya boleh berbuka (tidak puasa) dan harus memberi makan sehari seorang miskin dan tidak perlu mengqadha puasa” (HR.Ath-Thabari dengan sanad shahih di atas syarat Muslim, kitab Al-Irwa, jilid IV hlm. 19).
Orang mu’min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha pada bulan lain, ialah:
1. Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
2. Orang yang bepergian (musafir). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa.
3. Orang mu’min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena:
4. Umurnya sangat tua dan lemah.
5. Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
6. Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
7. Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
8. Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan (dalil 2,7,8 dan 9).
1. Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
2. Orang yang bepergian (musafir). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa.
3. Orang mu’min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena:
4. Umurnya sangat tua dan lemah.
5. Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
6. Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
7. Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
8. Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan (dalil 2,7,8 dan 9).
VII. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
1. “Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam (fajar), lalu sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (Al-Baqarah:187).
2. “Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum ” (Hadits Shahih, riwayat Al-Jama’ah kecuali An-Nasai).
3. “Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal) (HR. Abu Daud dan At-Tirmidziy).
4. “Diriwayatkan dari Aisyah ra ia berkata: saat kami berhaidh (datang bulan) pada masa Rasulullah saw. kami dilarang puasa dan diperintah untuk mengqadhanya dan kami tidak diperintah untuk mengqadha shalat” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
5. “Diriwayatkan dari Hafshah, ia berkata : Telah bersabda Nabi saw. Barangsiapa yang tidak berniat untuk puasa (Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Daud).
1. “Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam (fajar), lalu sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (Al-Baqarah:187).
2. “Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum ” (Hadits Shahih, riwayat Al-Jama’ah kecuali An-Nasai).
3. “Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa, maka tidak wajib qadha (puasanya tetap sah), sedang barangsiapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (puasanya batal) (HR. Abu Daud dan At-Tirmidziy).
4. “Diriwayatkan dari Aisyah ra ia berkata: saat kami berhaidh (datang bulan) pada masa Rasulullah saw. kami dilarang puasa dan diperintah untuk mengqadhanya dan kami tidak diperintah untuk mengqadha shalat” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
5. “Diriwayatkan dari Hafshah, ia berkata : Telah bersabda Nabi saw. Barangsiapa yang tidak berniat untuk puasa (Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Daud).
6. “Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
7. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah saya terlanjur menyetubuhi istri saya (pada siang hari) padahal saya dalam keadaan puasa (Ramadhan ), maka Rasulullah Saw bersabda: Punyakah kamu seorang budak untuk dimerdekakan? Ia menjawab: Tidak. Rasulullah Saw bersabda: Mampukah kamu puasa dua bulan berturut-turut? Lelaki itu menjawab: Tidak. Beliau bersabda lagi: Punyakah kamu persediaan makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin? Lelaki itu menjawab: Tidak. Lalu beliau diam, maka ketika kami dalam keadaan semacam itu, Rasulullah datang dengan membawa satu keranjang kurma, lalu bertanya: di mana orang yang bertanya tadi? Ambilah kurma ini dan shadaqahkan dia. Maka orang tersebut bertanya: Apakah kepada orang yang lebih miskin dari padaku ya Rasulullah? Demi Allah tidak ada di antara sudut-sudutnya (Madinah ) keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka Nabi saw. lalu tertawa sampai terlihat gigi serinya kemudian bersabda: Ambillah untuk memberi makan keluargamu (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
7. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah saya terlanjur menyetubuhi istri saya (pada siang hari) padahal saya dalam keadaan puasa (Ramadhan ), maka Rasulullah Saw bersabda: Punyakah kamu seorang budak untuk dimerdekakan? Ia menjawab: Tidak. Rasulullah Saw bersabda: Mampukah kamu puasa dua bulan berturut-turut? Lelaki itu menjawab: Tidak. Beliau bersabda lagi: Punyakah kamu persediaan makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin? Lelaki itu menjawab: Tidak. Lalu beliau diam, maka ketika kami dalam keadaan semacam itu, Rasulullah datang dengan membawa satu keranjang kurma, lalu bertanya: di mana orang yang bertanya tadi? Ambilah kurma ini dan shadaqahkan dia. Maka orang tersebut bertanya: Apakah kepada orang yang lebih miskin dari padaku ya Rasulullah? Demi Allah tidak ada di antara sudut-sudutnya (Madinah ) keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka Nabi saw. lalu tertawa sampai terlihat gigi serinya kemudian bersabda: Ambillah untuk memberi makan keluargamu (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa (Ramadhan) ialah:
1. Sengaja makan dan minum pada siang hari. Bila terlupa makan dan minum pada siang hari, maka tidak membatalkan puasa (dalil 2).
2. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa (dalil 3).
3. Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka (dalil 5 dan 6).
4. Dengan sengaja menyetubuhi istri pada siang hari Ramadhan, ini di samping puasanya batal ia terkena sanksi berupa memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin (dalil 7).
5. Datang bulan pada siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk Maghrib) (dalil 4).
1. Sengaja makan dan minum pada siang hari. Bila terlupa makan dan minum pada siang hari, maka tidak membatalkan puasa (dalil 2).
2. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa (dalil 3).
3. Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka (dalil 5 dan 6).
4. Dengan sengaja menyetubuhi istri pada siang hari Ramadhan, ini di samping puasanya batal ia terkena sanksi berupa memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin (dalil 7).
5. Datang bulan pada siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk Maghrib) (dalil 4).
VIII. HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU PUASA
1. Diriwayatkan dari Aisyah ra Bahwa sesungguhnya Nabi saw. dalam keadaan junub sampai waktu Shubuh sedang beliau sedang dalam keadaan puasa, kemudian mandi (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
2. Diriwayatkan dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. ia berkata kepadanya: Dan sungguh telah saya lihat Rasulullah saw. menyiram air di atas kepala beliau padahal beliau dalam keadaan puasa karena haus dan karena udara panas (HR. Ahmad, Malik dan Abu Daud).
3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa sesungguhnya Nabi saw berbekam sedang beliau dalam keadaan puasa (HR. Al-Bukhary).
4. Diriwayatkan dari Aisyah ra Adalah Rasulullah saw mencium (istrinya) sedang beliau dalam keadaan puasa dan menggauli dan bercumbu rayu dengan istrinya (tidak sampai bersetubuh) sedang beliau dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan birahinya (HR. Al-Jama’ah kecuali Nasa’i).
1. Diriwayatkan dari Aisyah ra Bahwa sesungguhnya Nabi saw. dalam keadaan junub sampai waktu Shubuh sedang beliau sedang dalam keadaan puasa, kemudian mandi (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
2. Diriwayatkan dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. ia berkata kepadanya: Dan sungguh telah saya lihat Rasulullah saw. menyiram air di atas kepala beliau padahal beliau dalam keadaan puasa karena haus dan karena udara panas (HR. Ahmad, Malik dan Abu Daud).
3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa sesungguhnya Nabi saw berbekam sedang beliau dalam keadaan puasa (HR. Al-Bukhary).
4. Diriwayatkan dari Aisyah ra Adalah Rasulullah saw mencium (istrinya) sedang beliau dalam keadaan puasa dan menggauli dan bercumbu rayu dengan istrinya (tidak sampai bersetubuh) sedang beliau dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan birahinya (HR. Al-Jama’ah kecuali Nasa’i).
5. Diriwayatkan dari Abdullah bin Furuuj: Bahwa sesungguhnya ada seorang wanita bertanya kepada Ummu Salamah ra. Wanita itu berkata: Sesungguhnya suami saya mencium saya sedang dia dan saya dalam keadaan puasa, bagaimana pendapatmu? Maka ia menjawab: Adalah Rasulullah r pernah mencium saya sedang beliau dan saya dalam keadaan puasa (HR. Aththahawi dan Ahmad dengan sanad yang baik dengan mengikut syarat Muslim).
6. Diriwayatkan dari Luqaidh bin Shabrah : Sesungguhnya Nabi saw bersabda: Apabila kamu ber-istinsyaaq (menghisap air ke hidung) keraskan kecuali kamu dalam keadaan puasa. (HR. Ashhabus Sunan).
7. Perkataan ibnu Abbas : Tidak mengapa orang yang puasa mencicipi cuka dan sesuatu yang akan dibelinya (Ahmad dan Al-Bukhary).
6. Diriwayatkan dari Luqaidh bin Shabrah : Sesungguhnya Nabi saw bersabda: Apabila kamu ber-istinsyaaq (menghisap air ke hidung) keraskan kecuali kamu dalam keadaan puasa. (HR. Ashhabus Sunan).
7. Perkataan ibnu Abbas : Tidak mengapa orang yang puasa mencicipi cuka dan sesuatu yang akan dibelinya (Ahmad dan Al-Bukhary).
Hal-hal di bawah ini bila diamalkan tidak membatalkan puasa:
1. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
2. Menta’khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh (dalil 1).
3. Berbekam pada siang hari (dalil 3).
4. Mencium, menggauli, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari (dalil 4 dan 5).
5. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya (dalil 6).
6. Disuntik pada siang hari.
7. Mencicipi makanan asal tidak ditelan (dalil 7).
1. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
2. Menta’khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh (dalil 1).
3. Berbekam pada siang hari (dalil 3).
4. Mencium, menggauli, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari (dalil 4 dan 5).
5. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya (dalil 6).
6. Disuntik pada siang hari.
7. Mencicipi makanan asal tidak ditelan (dalil 7).
IX. ADAB-ADAB PUASA RAMADHAN.
1. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra. telah bersabda Rasulullah saw: Apabila malam sudah tiba dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sini, sedang matahari sudah terbenam, maka orang yang puasa boleh berbuka (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
2. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad: Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: Manusia (umat Islam ) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan (menyegerakan) berbuka (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
1. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra. telah bersabda Rasulullah saw: Apabila malam sudah tiba dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sini, sedang matahari sudah terbenam, maka orang yang puasa boleh berbuka (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
2. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad: Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: Manusia (umat Islam ) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan (menyegerakan) berbuka (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
3. Diriwayatakan dari Anas ra., ia berkata : Rasulullah saw berbuka dengan makan beberapa ruthaab (kurma basah ) sebelum shalat, kalau tidak ada maka dengan kurma kering, kalau tidak ada maka dengan meneguk air beberapa teguk (HR. Abu Daud dan Al-Hakiem).
4. Diriwayatkan dari Salman bin Amir, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu puasa hendaklah berbuka dengan kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya air itu bersih (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
4. Diriwayatkan dari Salman bin Amir, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu puasa hendaklah berbuka dengan kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya air itu bersih (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Adalah Nabi Saw selesai berbuka Beliau berdo’a (artinya) telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap ada Insya Allah (HR. Ad-Daaruquthni dan Abu Daud hadits hasan).
6. Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah mendahulukan shalat daripada makan malam itu (yang sudah terhidang) (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
7. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah (HR. Al-Bukhary).
8. Diriwayatkan dari Al-Miqdam bin Ma’di Yaqrib, dari Nabi saw. bersabda: Hendaklah kamu semua makan sahur, karena sahur adalah makanan yang penuh berkah (HR. An-Nasa’i).
9. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ia berkata: Kami bersahur bersama Rasulullah saw. lalu kami bangkit untuk menunaikan shalat (Shubuh ). Saya berkata: Berapa saat jarak antara keduanya (antara waktu sahur dan waktu Shubuh)? Ia berkata: Selama orang membaca limapuluh ayat (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
6. Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah mendahulukan shalat daripada makan malam itu (yang sudah terhidang) (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
7. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah (HR. Al-Bukhary).
8. Diriwayatkan dari Al-Miqdam bin Ma’di Yaqrib, dari Nabi saw. bersabda: Hendaklah kamu semua makan sahur, karena sahur adalah makanan yang penuh berkah (HR. An-Nasa’i).
9. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ia berkata: Kami bersahur bersama Rasulullah saw. lalu kami bangkit untuk menunaikan shalat (Shubuh ). Saya berkata: Berapa saat jarak antara keduanya (antara waktu sahur dan waktu Shubuh)? Ia berkata: Selama orang membaca limapuluh ayat (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
10. Diriwayatkan dari Amru bin Maimun, ia berkata: Adalah para sahabat Muhammad Saw adalah orang yang paling menyegerakan berbuka dan melambatkan makan sahur (HR. Al-Baihaqi).
11. Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila salah seorang diantara kamu mendengar adzan dan piring masih di tangannya janganlah diletakkan hendaklah ia menyelesaikan hajatnya (makan/minum sahur) daripadanya. (HR. Ahmad dan Abu Daud dan Al-Hakiem).
11. Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila salah seorang diantara kamu mendengar adzan dan piring masih di tangannya janganlah diletakkan hendaklah ia menyelesaikan hajatnya (makan/minum sahur) daripadanya. (HR. Ahmad dan Abu Daud dan Al-Hakiem).
12. Diriwayatkan dari Abu Usamah ra. ia berkata: Shalat telah di’iqamahkan, sedang segelas minuman masih di tangan Umar ra., ia bertanya: Apakah ini boleh saya minum wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Ya, lalu ia meminumnya (HR Ibnu Jarir).
13. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:Adalah Rasulullah saw. orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mentadaruskan beliau Al-qur’an dan benar-benar Rasulullah saw lebih dermawan tentang kebajikan (cepat berbuat kebaikan) daripada angin yang dikirim (HR Al-Bukhary).
13. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:Adalah Rasulullah saw. orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mentadaruskan beliau Al-qur’an dan benar-benar Rasulullah saw lebih dermawan tentang kebajikan (cepat berbuat kebaikan) daripada angin yang dikirim (HR Al-Bukhary).
14. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata :Adalah Rasulullah saw. menggalakkan qiyamullail (shalat malam ) di bulan Ramadhan tanpa memerintahkan secara wajib, maka beliau bersabda: Barangsiapa yang shalat malam pada bulan Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu (HR. Jama’ah).
15. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Nabi saw. apabila memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) beliau benar-benar menghidupkan malam (untuk beribadah) dan membangunkan istrinya (agar beribadah) dengan mengencangkan ikatan sarungnya (tidak mengumpuli istrinya). (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
15. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Nabi saw. apabila memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) beliau benar-benar menghidupkan malam (untuk beribadah) dan membangunkan istrinya (agar beribadah) dengan mengencangkan ikatan sarungnya (tidak mengumpuli istrinya). (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
16. Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Nabi saw. bersungguh-sungguh shalat malam pada sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) tidak seperti kesungguhannya dalam bulan selainnya (HR. Muslim).
17. Diriwayatkan dari Abu salamah din Abdur Rahman, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Aisyah ra: Bagaimana shalat malamnya Rasulullah saw di bulan Ramadhan? Maka ia menjawab: Rasulullah saw tidak pernah shalat malam lebih dari sebelas raka’at baik bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, caranya: beliau shalat empat raka’at, jangan tanya baik dan panjangnya, lalu shalat lagi empat raka’at, jangan ditanya baik dan panjangnya, lalu shalat tiga raka’at (HR. Al-Bukhary, Muslim, dan lainnya).
17. Diriwayatkan dari Abu salamah din Abdur Rahman, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Aisyah ra: Bagaimana shalat malamnya Rasulullah saw di bulan Ramadhan? Maka ia menjawab: Rasulullah saw tidak pernah shalat malam lebih dari sebelas raka’at baik bulan Ramadhan maupun bulan lainnya, caranya: beliau shalat empat raka’at, jangan tanya baik dan panjangnya, lalu shalat lagi empat raka’at, jangan ditanya baik dan panjangnya, lalu shalat tiga raka’at (HR. Al-Bukhary, Muslim, dan lainnya).
18. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah Saw jika bangun shalat malam, beliau membuka dengan shalat dua raka’at yang ringan, lalu shalat delapan raka’at, lalu shalat witir. (HR. Muslim).
19. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata: Ada seorang laki-laki berdiri lalu ia berkata: Wahai Rasulullah bagaimana cara shalat malam? Maka Rasulullah menjawab: Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Apabila kamu khawatir masuk shalat Shubuh, maka berwitirlah satu raka’at (HR. Jama’ah).
19. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata: Ada seorang laki-laki berdiri lalu ia berkata: Wahai Rasulullah bagaimana cara shalat malam? Maka Rasulullah menjawab: Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Apabila kamu khawatir masuk shalat Shubuh, maka berwitirlah satu raka’at (HR. Jama’ah).
20. Dari Aisyah ra. ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw shalat di masjid, lalu para sahabat shalat sesuai dengan shalat beliau (bermakmum di belakang), lalu beliau shalat pada malam kedua dan para sahabat bermakmum di belakangnya bertambah banyak, kemudian pada malam yang ketiga atau yang keempat mereka berkumpul, maka Rasulullah saw tidak keluar mengimami mereka. Setelah pagi hari beliau bersabda: Saya telah tahu apa yang kalian perbuat, tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar kepada kalian (untuk mengimami shalat) melainkan aku khawatir shalat malam ini difardhukan atas kalian. Ini terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
21. Dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: Adalah Rasulullah saw. shalat witir dengan membaca: Sabihisma Rabbikal A’la dan Qul ya ayyuhal kafirun dan Qulhu wallahu ahad. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
22. Diriwayatkan dari Hasan bin Ali ia berkata: Rasulullah Saw telah mengajarkan kepadaku beberapa kata yang aku baca dalam Qunut Witir (artinya) “Ya Allah berilah aku petunjuk beserta orang-orang yang telah engkau beri petunjuk, berilah aku kesehatan yang sempurna beserta orang yang telah engkau beri kesehatan yang sempurna, pimpinlah aku beserta orang yang telah Engkau pimpin, Berkatilah untukku apa yang telah Engkau berikan, peliharalah aku dari apa yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tiada yang dapat memutuskan atas Engkau, bahwa tidak akan hina siapa saja yang telah Engkau pimpin dan tidak akan mulia siapa saja yang Engkau musuhi. Maha agung Engkau wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
22. Diriwayatkan dari Hasan bin Ali ia berkata: Rasulullah Saw telah mengajarkan kepadaku beberapa kata yang aku baca dalam Qunut Witir (artinya) “Ya Allah berilah aku petunjuk beserta orang-orang yang telah engkau beri petunjuk, berilah aku kesehatan yang sempurna beserta orang yang telah engkau beri kesehatan yang sempurna, pimpinlah aku beserta orang yang telah Engkau pimpin, Berkatilah untukku apa yang telah Engkau berikan, peliharalah aku dari apa yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tiada yang dapat memutuskan atas Engkau, bahwa tidak akan hina siapa saja yang telah Engkau pimpin dan tidak akan mulia siapa saja yang Engkau musuhi. Maha agung Engkau wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
23. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: Barangsiapa yang shalat malam menepati Lailatul Qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu (HR. Jama’ah).
24. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: berusahalah untuk mencari Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir. (HR. Muslim).
25. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Dinampakkan dalam mimpi seorang laki-laki bahwa Lailatul Qadar pada malam ke-27, maka Rasulullah saw. bersabda: Saya pun bermimpi seperti mimpimu (ditampakkan pada sepuluh malam terakhir, maka carilah ia (Lailatul Qadar) pada malam-malam ganjil (HR. Muslim).
24. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: berusahalah untuk mencari Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir. (HR. Muslim).
25. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Dinampakkan dalam mimpi seorang laki-laki bahwa Lailatul Qadar pada malam ke-27, maka Rasulullah saw. bersabda: Saya pun bermimpi seperti mimpimu (ditampakkan pada sepuluh malam terakhir, maka carilah ia (Lailatul Qadar) pada malam-malam ganjil (HR. Muslim).
26. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Saya berkata kepada Rasulullah saw. Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Tuan bila saya mengetahui Lailatul Qadar,apa yang saya harus baca pada malam itu? Beliau bersabda : Bacalah (artinya) “Yaa Allah sesungguhnya Engkau maha pemberi ampun, Engkau suka kepada keampunan maka ampunilah daku” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad ).
27. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata, Adalah Rasulullah Saw mengamalkan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh Allah Azza wa Jalla (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
27. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata, Adalah Rasulullah Saw mengamalkan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh Allah Azza wa Jalla (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
28. Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata, Adalah Rasulullah Saw jika hendak beri’tikaf, beliau shalat shubuh kemudian memasuki tempat i’tikafnya… (HR. Jama’ah kecuali At-Tirmidzi).
29. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah Saw jika beri’tikaf, beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, maka aku menyisirnya, dan adalah beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena untuk memenuhi hajat manusia (buang air, mandi, dll…) (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
29. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah Saw jika beri’tikaf, beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, maka aku menyisirnya, dan adalah beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena untuk memenuhi hajat manusia (buang air, mandi, dll…) (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
30. “Janganlah kalian mencampuri mereka (istri-istri kalian) sedang kalian dalam keadaan i’tikaf dalam masjid. Itulah batas-batas ketentuan Allah, maka jangan didekati” (Al-Baqarah:187).
31. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata, telah bersabda Rasulullah Saw, setiap amal anak bani Adam adalah untuknya kecuali puasa, ia adalah untukku dan aku yang memberikan pahala dengannya. Dan sesungguhnya puasa itu adalah benteng pertahanan, pada hari ketika kamu puasa janganlah berbuat keji, jangan berteriak-teriak (pertengkaran), apabila seorang memakinya sedang ia puasa maka hendaklah ia katakan: “Sesungguhnya saya sedang puasa”. Demi jiwa Muhammad yang ada di tangan-Nya, sungguh bau busuknya mulut orang yang sedang puasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi. Dan bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan, jika ia berbuka ia gembira dengan bukanya dan bila ia berjumpa dengan Rabbnya ia gembira karena puasanya (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
31. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata, telah bersabda Rasulullah Saw, setiap amal anak bani Adam adalah untuknya kecuali puasa, ia adalah untukku dan aku yang memberikan pahala dengannya. Dan sesungguhnya puasa itu adalah benteng pertahanan, pada hari ketika kamu puasa janganlah berbuat keji, jangan berteriak-teriak (pertengkaran), apabila seorang memakinya sedang ia puasa maka hendaklah ia katakan: “Sesungguhnya saya sedang puasa”. Demi jiwa Muhammad yang ada di tangan-Nya, sungguh bau busuknya mulut orang yang sedang puasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi. Dan bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan, jika ia berbuka ia gembira dengan bukanya dan bila ia berjumpa dengan Rabbnya ia gembira karena puasanya (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
32. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda, barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan kebohongan, maka tidak ada bagi Allah hajat (untuk menerima) dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya (HR. Jama’ah Kecuali Muslim). Maksudnya, Allah tidak merasa perlu memberi pahala puasanya.
33. Bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada seorang wanita Anshar yang sering di panggil Ummu Sinan: Apa yang menghalangimu untuk melakukan haji bersama kami? Ia menjawab: Keledai yang ada pada kami yang satu dipakai oleh ayahnya si fulan (suaminya ) untuk berhaji bersama anaknya sedang yang lain di pakai untuk memberi minum anak-anak kami. Nabi pun bersabda lagi: Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku (HR. Muslim).
33. Bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada seorang wanita Anshar yang sering di panggil Ummu Sinan: Apa yang menghalangimu untuk melakukan haji bersama kami? Ia menjawab: Keledai yang ada pada kami yang satu dipakai oleh ayahnya si fulan (suaminya ) untuk berhaji bersama anaknya sedang yang lain di pakai untuk memberi minum anak-anak kami. Nabi pun bersabda lagi: Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku (HR. Muslim).
34. “Apabila datang bulan Ramadhan kerjakanlah umrah karena umrah di dalamnya (bulan Ramadhan) setingkat dengan haji (HR. Muslim).
Ayat dan hadits-hadits di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam mengamalkan puasa Ramadhan kita perlu melaksanakan adab-adab sebagai berikut:
1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib (dalil 6). Sunnah berbuka adalah disegerakan, yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti kurma, air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat (dalil 2, 3, dan 4). Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan shalat dahulu (dalil 6).
2. Makan sahur (dalil 7 dan 8). Adab-adab sahur: dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh (dalil 9 dan 10) dan jika pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur karena sudah masuk waktu Shubuh. (dalil 11 dan 12). Imsak tidak ada sunnahnya dan tidak pernah diamalkan pada zaman sahabat maupun tabi’in.
3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-Qur’an (dalil 13).
4. Menegakkan shalat malam/shalat tarawih dengan berjama’ah dan lebih digiatkan pada sepuluh malam terakhir (dalil 14, 15, dan 16). Cara shalat tarawih adalah dengan berjama’ah (dalil 19), tidak lebih dari 11 (sebelas) raka’at, yakni salam tiap dua raka’at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka’at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka’at (dalil 17), dibuka dengan dua raka’at yang ringan (dalil 18).
5. Berusaha menepati Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati Lailatul Qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : “Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada keampunan maka ampunilah aku” (dalil 25 dan 26).
1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib (dalil 6). Sunnah berbuka adalah disegerakan, yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti kurma, air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat (dalil 2, 3, dan 4). Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan shalat dahulu (dalil 6).
2. Makan sahur (dalil 7 dan 8). Adab-adab sahur: dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh (dalil 9 dan 10) dan jika pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur karena sudah masuk waktu Shubuh. (dalil 11 dan 12). Imsak tidak ada sunnahnya dan tidak pernah diamalkan pada zaman sahabat maupun tabi’in.
3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-Qur’an (dalil 13).
4. Menegakkan shalat malam/shalat tarawih dengan berjama’ah dan lebih digiatkan pada sepuluh malam terakhir (dalil 14, 15, dan 16). Cara shalat tarawih adalah dengan berjama’ah (dalil 19), tidak lebih dari 11 (sebelas) raka’at, yakni salam tiap dua raka’at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka’at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka’at (dalil 17), dibuka dengan dua raka’at yang ringan (dalil 18).
5. Berusaha menepati Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati Lailatul Qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : “Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada keampunan maka ampunilah aku” (dalil 25 dan 26).
6. Mengerjakan i’tikaf pada sepuluh malam terakhir (dalil 27). Cara i’tikaf: setelah Shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i’tikaf di masjid (dalil 28), tidak keluar dari tempat i’tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak (dalil 29), dan tidak mencampuri istri selama i’tikaf (dalil 30).
7. Mengerjakan umrah (dalil 33 dan 34).
8. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran (dalil 31 dan 32). Wallahu a’lam bish-shawab. (Sumber: Ustadz Abu Rasyid, sabah.org.my).*
7. Mengerjakan umrah (dalil 33 dan 34).
8. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran (dalil 31 dan 32). Wallahu a’lam bish-shawab. (Sumber: Ustadz Abu Rasyid, sabah.org.my).*
Maroji’1. Al-Qur’anul Kariem, 2. Tafsir Aththabariy. 3. Tafsir Ibnu Katsier. 4. Irwaa-Ul Ghaliel, Nashiruddin Al-Albani. 5. Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq. 6. Tamaamul Minnah, Nashiruddin Al-Albani.*
sumber : http://kasmui.blog.com/archives/923/
0 komentar:
Post a Comment